Selasa, 09 Februari 2021

Selasa, Februari 09, 2021
Monitoring Evaluasi (Monev) SMPN 7 Kota Cirebon, Dewi Yoni Setyo rini.

HARJAMUKTI (CIREBON BRIBIN) - Kasus viralnya Kepala Sekolah SMKN 2 Padang yang memaksa 46 siswi non-muslim untuk memakai jilbab membuat pemerintah mengeluarkan aturan baru terkait seragam beratribut agama dengan ditandai penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditanda tangani oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Agama (Kemenag).

Seperti diketahui, kasus ini menuai banyak kritikan dari banyak pihak. Termasuk kritikan dari, Komnas HAM dan Ketua DPR RI. Hal tersebut di nilai diskriminatif dan merupakan tindakan intoleran yang mengancam keberagaman.

Menanggapi hal itu, Komnas HAM tentu menentang tindakan tersebut karena memaksakan keyakinan dan kebebasan beragama seseorang.

"Saya sudah minta jaminan bahwa siswi yang bersangkutan dan siswi lainnya bisa belajar dengan nyaman tanpa tekanan dari peserta didik lain maupun pihak lainnya," tulis Beka Ulung Hapsara melalui akun twitternya @Bekahapsara.

Sementara itu, Monitoring Evaluasi (Monev) SMPN 7 Kota Cirebon, Dewi Yoni Setyo rini juga ikut menanggapi tentang aturan baru pemerintah tentang seragam atribut agama yang tertulis dalam SKB.

Menurutnya SMPN 7 Kota Cirebon akan melaksanakaan aturan apapun yang telah di tetapkan.

"Tentang SKB itu saya kira kalo di sekolah negeri ikuti aturan pemerintah aja, kita jalankan," katanya, Selasa (8/2).

Adapun terkait toleransi beragama di SMPN 7 Kota Cirebon, dirinya memastikan bahwa semua baik-baik saja. Kasus yang terjadi di SMKN 2 Padang, dipastikan tidak terjadi di sekolahnya.

Dewi menambahkan, di SMPN 7 Kota Cirebon banyak siswa yang non-muslim walaupun mayoritas muslim. Namun meski begitu toleransi tetap terjaga di lingkungan sekolah.

"Disini banyak yang non-muslim. Perkelas ada setidaknya 3 orang. Ada yang Kristen Protestan, ada yang Katolik," tambahnya.

Untuk kurikulum pengajaran agama disekolah, SMPN 7 Kota Cirebon memberikan kebebasan kepada siswa non-muslim untuk mengikuti pelajaran agamanya di luar sekolah.

"Kalo yang non-muslim kan sudah ada wadahnya ya, di Penabur biasanya. Tinggal nanti kalau nilai atau ujian laporan aja ke kita. Semisal mau ikut pelajaran agama Islam di sekolah juga tidak apa-apa. Asal siswa ga keliaran," pungkasnya.(Ismaya Indah-Magang)