Minggu, 06 Juni 2021

Minggu, Juni 06, 2021
Pengerajin tempe, salah satu industri yang menggunakan bahan baku kedelai impor.

SUMBER (CIREBON BRIBIN) - Harga kedelai impor diperkirakan kembali stabil bulan Juli mendatang. Kabar baik ini disampaikan oleh Kepala Bidang Perdagangan dan Promosi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Cirebon, Dini Dinarsih saat ditemui wartawan Cirebon Bribin pada Jum'at (4/6/2021). Informasi ini didapat dari hasil koordinasi dengan Kementerian Perdagangan RI.

Menurutnya, kenaikan harga kedelai impor selain dikarenakan penyerapan besar-besaran yang dilakukan oleh negara Cina, juga terjadi lantaran panen raya di negara Amerika sebagai eksportir kedelai terbesar di dunia belum tiba waktunya .

"Makanya kenapa harga kedelai naik tajam, ya karena di negara penghasilnya sendiri belum waktunya panen, sementara permintaan dari Cina tinggi, akibatnya stok menjadi terbatas, berlaku lah hukum ekonomi permintaan tinggi ketersediaan barang sedikit jadilah harga naik. Indonesia sendiri menjadi urutan ke 3 importir kedelai terbesar dari Amerika, setelah Cina dan Jepang" jelasnya.

Kepala Bidang Perdagangan dan Promosi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Cirebon, Dini Dinarsih.

"Bulan Juli besok diperkirakan sudah memasuki musim panen raya di Amerika, ini bisa menstabilkan harga kedelai kembali. Semoga saja bisa sampai kembali ke harga normal di Rp 7.800/kg, dan semoga juga Cina sudah terpenuhi stok kedelainya, jadi tidak impor besar-besaran lagi," sambungnya.

Ia juga berharap koordinasi yang telah dilakukan bersama dengan Bidang Perdagangan se Provinsi Jawa Barat dapat membuahkan hasil demi keadilan bersama.

"Kami sudah koordinasi juga dengan provinsi, harapannya semoga dari pemerintah pusat segera turun tangan dengan mengadakan operasi pasar, bisa ada mungkin subsidi atau gimana", katanya.

Seperti yang diketahui harga kedelai impor terus-menerus meningkat sejak awal tahun 2021, dari harga normal Rp 7.800 menjadi Rp 9.200 hingga sekarang mencapai harga Rp 12.000 per kilonya.

Kondisi ini tentu menjadi keluhan masyarakat, terkhusus para produsen tempe dan tahu. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian memilih untuk mengurangi jumlah produksinya demi menekan biaya produksi seiring kenaikan harga kedelai.

Riyanto (54) salah satu perajin tempe mengaku, sewaktu kedelai berada di harga normal ia biasa memproduksi tempe hingga 1 kwintal lebih, namun sekarang hanya mampu 70-90 kilo saja.

"Karena kan modalnya otomatis naik, sementara harga jual kami ya segitu-gitu aja, nggak bisa ikutan dinaikin, nanti pembeli nggak mau. Paling diakalin, dikurangi ukurannya itupun nggk bisa banyak, jadi untung ke kaminya juga berkurang banyak mbak", keluh pria yang sudah 15 tahun lebih menjadi perajin tempe itu.

Hal yang sama juga dirasakan Jek (35), perajin sekaligus distributor tempe di Pasar Celancang itu juga mengeluhkan harga kedelai yang tak kunjung turun ini.

"Modal saya seminggu biasanya 3 jutaan sekarang jadi 5 jutaan, sementara pendapatan segitu-gitu aja, cuma bisa ngambil untung dikit, tapi yaudah lah yang penting produksi masih bisa jalan", tuturnya.

Dalam wawancara bersama wartawan Cirebon Bribin, Kabid Perdagangan Disperindag Kabupaten Cirebon itu juga memastikan di tengah kenaikan harga kedelai dunia, supply kedelai di Kabupaten Cirebon tetap terjaga.

"Kemarin kita sudah monitoring ke dua distributor besar, dan alhamdulillah untuk stok sih masih aman, hanya saja harganya itu yang naik," pungkasnya. (CB-004)