Rapat kerja Komisi III DPRD Kota Cirebon bersama Dinkes, BPJS Kesehatan, RSD Gunung Jati, dan Dinsos di Griya Sawala gedung DPRD. Foto : Dok. Humas DPRD Kota Cirebon |
KEJAKSAN (CIREBON BRIBIN) - DPRD Kota Cirebon meminta Dinas Kesehatan untuk segera meluncurkan aturan terbaru mengenai pendaftaran kepesertaan BPJS Kesehatan kelas 3. Dinkes pun diminta duduk bersama dengan para kepala rumah sakit dan puskesmas terkait layanan pasien BPJS cukup menunjukkan NIK.
Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon, Benny Sujarwo mengatakan, untuk memudahkan proses verifikasi dan validasi, proses pendaftaran kepesertaan BPJS mengalami perubahan. Masyarakat diminta langsung mendatangi ke Puskesmas untuk mendapatkan rekomendasi sebagai pra syarat pemberkasan pendaftaran.
Kemudian, calon peserta datang ke Dinkes untuk proses verifikasi dan validasi. Terakhir, berkas tersebut dibawa ke kantor BPJS Kesehatan untuk penetapan kepesertaan.
“Pada hari itu juga sudah bisa langsung aktif, jika tidak ada masalah status NIK-nya. Kami berharap, ke depan tidak perlu lagi rumah sakit dan Puskesmas menanyakan kartu BPJS, karena NIK sudah terkoneksi dengan nomor peserta BPJS,” ungkap Benny usai rapat kerja bersama Dinkes, BPJS Kesehatan, RSD Gunung Jati, dan Dinsos di Griya Sawala gedung DPRD, Rabu (4/1).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon, Tresnawaty mengatakan, pihaknya berkeinginan untuk memudahkan masyarakat mendapat layanan BPJS Kesehatan tanpa harus membawa kartu. Meski hal ini sudah tersosialisasi, namun masih terjadi penolakan dari pihak rumah sakit karena tidak membawa kartu BPJS.
Menurutnya, pihak rumah sakit seharusnya langsung menangani pasien. Mengingat, Pemerintah Daerah Kota Cirebon sudah memiliki kebijakan Universal Health Coverage (UHC), dimana seluruh warga sudah dijamin untuk mendapat kesehatan nasional.
“Artinya, baik kaya maupun miskin jika ingin dilayani kelas 3, maka rumah sakit seharusnya langsung menangani,” ujarnya.
Komisi III pun mengingatkan Dinkes segera menyelesaikan verifikasi dan validasi data PBI yang dibiayai APBD dan APBN. Sebab, jangan sampai terjadi data ganda. Ia pun menyarankan kepada Dinsos untuk segera mengidentifikasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Dinsos harus terus menerus identifikasi mana saja PBI yang mendapat bantuan iuran APBN, lalu segera datanya diserahkan ke Dinas Kesehatan. Karena bisa mengurangi beban APBD untuk PBI BPJS,” ujar Tresna.
Kepala Dinkes Kota Cirebon, Siti Maria Listiawaty mengatakan, dalam waktu dekat Dinkes akan meluncurkan standard operating procedure (SOP) terbaru terkait pendaftaran kepesertaan BPJS Kesehatan kelas 3. Namun, sebelum itu Dinkes akan menyosialisasikan lebih dulu ke seluruh kepala puskesmas dan rumah sakit.
Maria menjelaskan, pendaftaran kepesertaan BPJS yang didanai APBD tidak lagi secara kolektif, namun masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan ini harus datang sendiri ke puskesmas untuk memperoleh rekomendasi dan ditembuskan ke Dinkes.
“Terkait data PBI yang bersumber dari APBN, kami akan terus mengidentifikasi dan meminta data dari Dinsos untuk mengetahui daftar nama PBI yang sudah dibiayai dari APBN,” katanya.
Di tempat yang sama, Direktur Utama RSD Gunung Jati, Katibi mengatakan, adanya dinamika regulasi BPJS Kesehatan ini, terjadi pergeseran proporsi pelayanan pasien asal Kota Cirebon dan non-Kota Cirebon.
Sebelum ada kebijakan rujukan berjenjang asal wilayah, proporsi pasien dari Kota Cirebon sebesar 40 persen dan luar kota sebanyak 55 persen. Tetapi kemudian, setelah ada perubahan regulasi, terjadi perubahan proporsi zonasi, di mana pasien asal Kota Cirebon meningkat, pasien luar Kota Cirebon menurun.
Katibi menegaskan, RSD Gunung Jati sudah mengikuti aturan dari BPJS Kesehatan, dimana pasien rujukan memprioritaskan warga asal wilayah.
“Sementara untuk pasien yang urgent tidak mengenal zonasi. Dan kami berkewajiban memberikan pelayanan kepada pasien untuk mendapat pertolongan pertama di rumah sakit,” ujar Katibi. (CB-003)