JPPR, Angkatan Muda NU dan Muhammadiyah menilai, proses demokrasi dan pemilu di Indonesia mengalami penurunan kualitas. Foto: Rilis |
TALUN (CIREBON BRIBIN) - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) bersama angkatan muda Nahdlatul Ulama (NU) dan angkatan muda Muhammadiyah Kabupaten Cirebon, menandatangani nota kesepahaman terkait isu demokrasi dan Pemilu 2024 pada Jumat, 16 Juni 2023.
Dalam nota kesepahaman yang ditandatangani JPPR dan aktivis angkatan muda NU-Muhammadiyah tersebut, dideklarasikan 5 poin mengenai pemilu berintegritas. Salah satunya mendukung penyelenggara pemilu yang berkualitas.
Pertemuan di Talun tersebut merupakan agenda lanjutan JPPR dan aktivis angkatan muda NU-Muhammadiyah sebelumnya. Sebagai kelompok masyarakat sipil, mereka concern mendiskusikan isu demokrasi dan pemilu.
Mereka menilai proses demokrasi dan pemilu di Indonesia mengalami penurunan kualitas. Sementara ruang diskursus atau pendidikan politik kepada masyarakat nyaris tidak ada. Proses demokrasi dan pemilu selama ini yang terasa hanya politik elektoral dan transaksional.
Menurut Ketua Lakpesdam PCNU Kabupaten Cirebon Rosisdin, forum masyarakat sipil ini merefleksikan sekaligus pandangan ormas Islam dalam melihat demokrasi Indonesia saat ini. Karena pembicaraan demokrasi dan pemilu hanya berlangsung terbatas di ruang lembaga penyelenggara dan parpol.
"Isu demokrasi dan pemilu harus dibuka seluas-luasnya kepada masyarakat. Kalau hanya berlangsung di ruang penyelenggara dan parpol, itu artinya kita baru sebatas pada demokrasi prosedural. Sehingga kita harus terus melakukan refleksi agar demokrasi dan kebijakan publik di Cirebon menjadi lebih baik," kata Rosidin.
Refleksi itu dimulai dari pertanyaan, "Apa peran ormas Islam dalam agenda penguatan demokrasi?"
Koordinator JPPR Kabupaten Cirebon Fathan Mubarak menekankan pentingnya pendidikan politik untuk publik. Menurutnya, berdasarkan laporan The Economics Intellegence Unit, 4 dari 5 indikator demokrasi di Indonesia dinilai jeblok.
"Variabel indeks demokrasi di Indonesia yang dinilai baik hanya pemilu. Tapi nyatanya pemilu di Indonesia juga masih berlangsung buruk. Itulah kenapa mereka menyebutnya sebagai flawed democracy; demokrasi cacat. Saya sendiri punya catatan panjang soal ini. Sehingga forum yang berbasis NU-Muhammadiyah ini, diharapkan dapat menjadi semacam moral force bagi proses demokrasi dan penyelenggaraan pemilu di Indonesia," tutur budayawan muda itu.
"Ada disparitas kentara antara keinginan publik dan keinginan elit politik. Misalnya soal KPK, UU Cipta Kerja, Perbaikan pelayanan dan fasilitas umum, dan lain-lain. Semua seperti auto pilot. Sebab itu, NU dan Muhammadiyah harus mulai melakukan penguatan peran untuk urusan-urusan politik dan publik. NU dan Muhammadiyah dalam masalah publik? Termasuk pemilu," lanjut Fathan.
Sebelum deklarasi dibacakan dan nota kesepahaman ditandangani, tokoh kyai muda NU Jamaluddin Mohammad turut meramaikan diskusi. Menurutnya, sebagai catatan demokrasi di Indonesia saat ini, partai politik idealnya melakukan pendidikan politik pada masyarakat. Kaderisasi yang berorientasi kebangsaan pun mestinya gencar dilakukan di internal. Tapi nyatanya itu tidak berjalan.
"Sehingga demokrasi politik kita hari ini hanya bersifat prosedural. Tapi secara substansial gagal. Pemilu itu hanya ritual lima tahunan," tuturnya.
Lebih memprihatinkan lagi menurut Jamal, demokrasi Indonesia hari ini dibajak kelompok oligarki yang jumlahnya sangat sedikit. Hal ini bisa mengancam kedaulatan politik masyarakat secara luas.
"Sehingga peran masyarakat sipil menjadi relevan. Selain kontrol, tapi juga kita berpartisipasi. Karena kunci demokrasi politik adalah partisipasi publik. Mengambil alih peran politik melalui pendidikan politik masyarakat. Termasuk mengawal tiap momen yang melibatkan penyelenggara politik," terangnya.
Sementara itu, Pengurus Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Kabupaten Cirebon, Masdum Mustaqwa, menginginkan Pemilu 2024 menjadi ajang demokrasi berkualitas.
Untuk mewujudkan demokrasi berkualitas dimulai dari penyelenggara pemilu. Penyelenggara seperti Bawaslu maupun KPU yang memiliki kapabilitas, integritas dan kredibilitas menjadi faktor terselenggaranya Pemilu 2024 berkualitas.
Menurutnya, ormas yang concern terhadap nilai-nilai kebangsaan lebih memiliki cukup integritas dalam mengawal pemilu berkualitas.
"Sehingga keterwakilan ormas dalam penyelenggara pemilu menjadi penting dalam menjaga integritas proses Pemilu 2024. Tentu melalui pendidikan politik dari gagasan dan ide masyarakat sipil yang berlangsung," terangnya.
Praktisi hukum sekaligus akademisi Slamet Supriyadi menambahkan, demokrasi elektoral yang berlangsung saat ini dijalankan oleh dua kelompok, yakni partai politik dan ormas.
Menurutnya, politik elektoral lebih didominasi parpol. Sementara ormas sebagai kekuatan Civil Society tidak begitu tampak dalam mengisi ruang politik elektoral di Indonesia.
"Karenanya, politik elektoral juga penting melibatkan masyarakat sipil melalui pendidikan politik untuk penyeimbang demokrasi kita," ucapnya.
Hal senada disampaikan Ketua Umum terpilih PMII Cirebon Syaroti Ikhwan dan IMM Kabupaten Cirebon, Eki. Menurut mereka, Pemilu 2024 harus menjadi ajang demokrasi berkualitas. Diisi dengan gagasan gagasan.
Politisasi politik identitas, isu-isu hoax yang menjadi pemecah belah bangsa harus dihentikan. Hal itu perlu didorong masyarakat sipil dengan ngambil peran dalam mengawal demokrasi. Karena itu pendidikan politik kepada masyarakat perlu dikuatkan, terutama bagi generasi muda.
Sementara itu, Ketua Terpilih Ikatan Sarjana NU (ISNU) Kabupaten Cirebon, Udin Jaenudin mengatakan, terkait pemilu memang sedang hangat diperbincangkan. Namun, masyarakat belum banyak tahu, misalnya apa itu proporsional tertutup atau terbuka, dan seterusnya. Termasuk kegelisahannya mengenai money politic. Bagaimana pengaruhnya money politic terhadap keberlangsungan demokrasi yang diharapkan.
Sehingga harapannya, dari forum JPPR bersama aktivis muda NU-Muhammadiyah ini, masyarakat tergugah akan pentingnya pemilu yang bersih. "Sehingga masyarakat tergugah terkait kesadaran dan meningkatkan partisipasi masyarakat terkait isu demokrasi dan kepemiluan. Setidaknya sedikit bersih," harapnya.
Di akhir diskusi, forum JPPR bersama angkatan muda NU dan angkatan muda Muhammadiyah melakukan deklarasi terkait penguatan demokrasi dan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas. Nota kesepahaman pun ditandatangi oleh oleh banom-banom dan ortom dari kedua ormas Islam terbesar di Indonesia itu.
Menurut JPPR yang merupakan inisator forum tersebut, sudah saatnya NU dan Muhammadiyah bergandeng tangan dan mulai mengawal proses demokrasi di Indonesia. Terlebih bahwa segala kebijakan publik yang diambil penyelenggara negara, dipastikan akan menentukan nasib umat.
"Dulu NU dan Muhammadiyah pernah habis-habisan, berdarah-darah, memperjuangkan kemerdekaan. Kini saatnya bagi kedua ormas Islam terbesar itu untuk habis-habisan mengawal masa depan bangsa ke arah yang lebih baik lagi," pungkas Fathan. (CB-003)