Rabu, 01 November 2023

Rabu, November 01, 2023
Foto: Ipan Fanani

KEDAWUNG (CIREBON BRIBIN) - Melihat selebaran online info Population The Show: Compilation Release Party di akun Instagram @Cirebonbribin menarik perhatian saya, dan bertekad mendatangi acara ini untuk membayar rindu meliput sebuah acara musik! Acara tersebut dilaksanakan pada hari Minggu (29/10) kemarin, di Kopi Montir Tuparev.

Setelah resmi untuk kembali pulang ke Cirebon sejak awal Oktober lalu, saya merasa kehilangan sebuah aktivitas yang kerap dilakukan semasa masih di Jakarta, yakni mendatangi gigs atau sebuah festival musik di akhir pekan.

Bukan perkara mudah mencari hiburan musik seperti itu di kota yang kecil ini, sekalipun ada itu amat sangat jarang. Oleh karenanya, baik festival musik, gigs-gigs kecil atau bahkan organ tunggal sekalipun sudah pasti akan selalu ramai di sini. Kota ini minim hiburan bung!

Bayangkan saja, opsi hiburan publik untuk anak muda di Cirebon cuma sebatas mall dan coffeshop, kota ini bahkan masih jauh untuk disebut second city. Sungguh membosankan setengah mati!.


Foto: Ipan Fanani

Melihat opsi hiburan yang sangat minim, mendatangi release party Population Wave adalah keputusan yang sangat tepat.

Sejujurnya, mungkin ini adalah gigs pertama saya di Cirebon selama bertahun-tahun hidup di kota ini, entah karena saya tidak mendapat akses informasi tentang ekosistem musik di Cirebon atau memang tidak ingin tahu, bodoh sekali!

Saya datang ke Montir Kopi tanpa ekspektasi sama sekali, bahkan saya sangat asing melihat daftar line up dalam acara ini, untuk sekadar mendengarkan mereka melalui kanal musik streaming pun saya belum pernah. Tujuan saya hanya satu, mencari hiburan alternatif!

Acara dimulai dengan menampilkan Breacheven sebagai performance pertama, membawakan lima lagu, mulai dari Untitled, Turnover, Morosis, Hollow, dan terakhir Divine. Favorit saya jatuh pada ‘Divine’ dan ‘Morosis’, yang kemudian baru saya ketahui setelahnya, bahwa hanya dua lagu itu yang tersedia di Spotify. Ah sial, kemana lagi saya harus mendengarkan lagu-lagu mereka yang lainnya.

Sebagai catatan, single Morosis menjadi lagu Breacheven yang masuk dalam album kompilasi Population.

Melihat penampilan Breacheven membuat saya menyesali hidup yang saya habiskan di Cirebon tanpa pernah (mau) mencari tahu perkembangan musik di kota ini.


Foto: Ipan Fanani

Musik Breacheven mengingatkan saya pada DIIV, dengan warna musik lebih segar tentunya. Breacheven mungkin terlalu dini untuk disamakan dengan musisi-musisi dream-pop pendahulunya. Tapi hey! Band ini baru lahir tahun lalu, bermusik di kota yang sorot lampunya redup butuh waktu lebih!

Sedikit informasi, Breacheven saat ini sedang menjalani tur bertajuk ‘Breacheven Knocking on Neighbor’s Door’ yang akan mengunjungi beberapa titik di wilayah tiga Cirebon

Lanjut performance kedua menampilkan Rickybersyko, solois nyentrik yang satu ini berhasil menyihir saya untuk mencari tahu sosoknya lebih lanjut. Ricky membawakan tiga lagunya semalam, termasuk lagu ‘Unknowingly’ yang masuk di album kompilasi Population, juga membawakan lagu duetnya bersama rapper Biggy berjudul ‘Dingklik’.

Saya sedang menghisap rokok saat Biggy menaiki panggung untuk membawakan ‘Dingklik’ secara live bersama Ricky, begitu intro dimainkan saya langsung mengumpat seperti kebanyakan orang Cirebon ucapkan “Kirik!”

Memang saya kelewat kurang ajar, lagu yang ternyata sudah dirilis tahun 2018 lalu justru baru saya tau semalam.

Penulisan lirik yang dibuat oleh rapper sekaliber Biggy memang tidak perlu diragukan lagi kualitasnya, dibalut musik city pop modern yang digarap Ricky membuat lagu ini begitu seksi. Entah sudah berapa kali lagu ini saya putar saat tulisan ini dibuat.

Setelah Rickybersyko turun panggung dan jeda sebelum penampil berikutnya, nama Sillas disebutkan untuk menjadi penampil berikutnya.
Sebagian orang maju ke depan untuk melihat penampilan Sillas dari dekat, saat musik dimainkan saya reflek berucap “brengsek!” dan turun dari kursi yang saya duduki.

Tanpa mendiskreditkan penampil sebelumnya, Sillas berhasil membuat saya ikut maju ke depan panggung dan melihat penampilan mereka dari dekat. Sillas memainkan enam lagu semalam, termasuk lagu ‘Al Lughot’ yang masuk dalam album kompilasi, dan di setiap lagu yang mereka mainkan saya hanya menggelengkan kepala dan berucap dalam hati “bagaimana bisa band yang kelewat keren seperti ini kurang lampu sorot?”

Gak cuma kualitas musiknya yang bikin saya takjub, penulisan lirik mereka yang menggunakan bahasa arab membuat band ini menjadi lebih dari sekadar unik.
Mungkin suatu hari saya akan menulis musik mereka secara khusus, sebagai bentuk apresiasi kepada mereka yang berhasil menarik perhatian dan antusias saya pada kualitas musik musisi-musisi di Cirebon.

Satu lagi band dream-pop yang tampil semalam, yakni October Rain. Tidak sulit bagi saya untuk mencerna musik mereka yang memang easy listening ini.

Pada perhelatan semalam, unit pop asal Kabupaten Cirebon ini membawakan enam lagu, termasuk dua lagu hits mereka, seperti ‘Gelembung Sabun’ dan ‘Pelesiran’.
Dengan adanya October Rain, seharusnya anak-anak sekolah atau mahasiswa di Cirebon tidak lagi sulit menentukan performance untuk tampil di acara pensi sekolah atau kampus. Musik mereka yang begitu cheerful sangat cocok untuk remaja-remaja sekarang.

Perhelatan kemarin malam bukan cuma jadi ajang unjuk gigi penampil yang masuk dalam proyek kompilasi. Memasukkan nama band debutan Alpha Unison Mantra (AUM) menarik untuk disaksikan.

AUM merupakan unit indie pop yang memadukan synth khas eighties dengan vaporwave era modern yang dibalut reverb serta isu pengenalan diri, kesendirian dan hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitar mereka pada departemen lirik. Menjadikan Alpha Unison Mantra menjadi satu nama baru yang layak untuk dinantikan kiprah bermusiknya di skena musik independent Cirebon.

AUM membawakan lima lagu pada pertunjukkan semalam, termasuk membawakan Please, Please Let Me Get What I Want milik The Smith, yang tentu saja dibawakan dengan aransemen musik yang mereka mainkan.

Terakhir, The Flight of Maltanese atau sering juga disebut sebagai The FOM menjadi performance pamungkas pada acara semalam. Sesuai tagline mereka “We bring the happiness, with a sad love song,” Musik The FOM seakan mengajak kita untuk merayakan kesedihan, kepedihan atau patah hati.

Unit pop yang beranggotakan Rangga Nashrullah (Vocal), Boyan (Drum), Nouvaldy Dwi Prasetyo (Bass), Kevin Geraldi (Guitar), dan Ian Samudra (Guitar) membawakan enam lagu pada pertunjukan kemarin malam, termasuk lagu ‘Campina’ yang masuk ke dalam projek kompilasi ini.

The FOM juga menjadi salah satu pihak yang bertanggung jawab atas berjalannya proyek kolektif ini. Menempatkan mereka sebagai performance terakhir memang seharusnya dilakukan, sebagai puncak perayaan dan tentu saja bentuk hormat kepada mereka.

Pertunjukkan semalam merupakan sebuah hajatan untuk perilisan album kompilasi Population, sebuah album lintas generasi dengan memadukan musisi dari dua kota, yakni Jakarta dan Cirebon.

Berisikan 9 karya musik pop, “Population” menyajikan era emas Poster Cafe yang akan direpresentasikan oleh Planet Bumi, Glue, dan Orange serta pasca Poster Cafe oleh Lazy Sunday Afternoon sekaligus menjadi jejak eksplorasi pop hari ini yang disajikan oleh Sillas, October Rain, The Flight of Maltanese, Breacheven, dan Rickybersyko. Album kompilasi ini dirilis secara terbatas.

Hajatan semalam boleh jadi bukan sebuah prelude untuk event-event gigs di Cirebon, tetapi kehadirannya seakan menjadi sebuah alarm bahwa ekosistem musik Cirebon masih menyala.

Maka, siapapun yang terlibat dalam pertunjukan semalam wajib bertanggung jawab untuk melanjutkan projek Population dalam bentuk apapun, baik melanjutkan volume kedua dan seterusnya, atau dalam bentuk event gigs lainnya.

Satu hal yang pasti, melihat begitu banyak potensi musisi di Cirebon yang begitu memukau semalam, juga antusias teman-teman atas geliat musik di kota kecil ini, membuat saya merasa bahwa musisi Cirebon bisa bersaing dengan musisi nasional lain, dan tentu saja kedepannya tidak lagi menjadi musisi-musisi skala lokal dan hanya opsional! (Ipan Fanani)