Rapat dengar pendapat Komisi III DPRD bersama Dinas Kesehatan dan para direktur RS, serta dihadiri langsung keluarga pasien di Griya Sawala gedung DPRD Kota Cirebon, Kamis (18/4). |
KEJAKSAN (CIREBON BRIBIN) - Komisi III DPRD kembali menegur rumah sakit di Kota Cirebon untuk mendahulukan kepentingan pasien daripada administrasi. Sebab, pelayanan kesehatan memiliki resiko tinggi dengan keberlangsungan hidup seseorang.
Teguran tersebut buntut dari kasus meninggalnya balita di ruang IGD RS Panti Abdi Dharma yang belum sempat tertangani secara medis. Hal itu disampaikan saat rapat dengar pendapat bersama Dinas Kesehatan dan para direktur RS, serta dihadiri langsung keluarga pasien di Griya Sawala gedung DPRD Kota Cirebon, Kamis (18/4).
Anggota Komisi III DPRD, Cicih Sukaesih mengingatkan sekaligus berharap sebesar-besarnya kepada manajemen RS di Kota Cirebon agar tak terjadi kembali kasus serupa.
Karena, sesuai fungsinya RS memiliki tugas dengan pelayanan masyarakat atas kesehatan pasien dan juga nyawa seseorang.
“Karena kasus ini cukup memprihatinkan, maka kami mengeluarkan sebuah teguran keras bagi RS Panti Abdi Dharma, umumnya bagi RS lain,” tegasnya.
Cicih juga menyangsikan, perubahan jenis pelayanan semula dari RS ibu dan anak menjadi rumah sakit umum ini tidak ditunjang dengan kesiapan fasiltas memadai dan ketersediaan tenaga kesehatan yang cakap.
“Jangan sampai beralih ke RSU, gagap dalam menerima pasien yang banyak, karena tenaga medis yang kurang handal,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon, Tresnawaty juga menyampaikan belasungkawa atas kejadian yang menimpa keluarga pasien di RS Panti Abdi Dharma.
“Kami mengingatkan, agar sisi kemanusiaan didahulukan dalam melayani pasien gawat darurat di RS, sebab urusan adminstrasi BPJS dapat dilakukan beriringan atau menyusul,” katanya.
Karena menyangkut BPJS pula, Tresna meminta komitmen seluruh pemangku kebijakan terkait agar dapat memudahkan pelayanan BPJS bagi warga Kota Cirebon, apalagi ketika di luar hari kerja atau akhir pekan.
Menurutnya, pelayanan BPJS yang tidak aktif serta berkaitan dengan kegawatdaruratan boleh diaktivasi langsung di RS, tanpa harus menunggu hari kerja selanjutnya.
Karena, jika proses administrasi memang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, tentu pihak BPJS pun dapat menjamin biaya yang timbul di RS.
“Artinya, bukan keluarga yang mengurus, tapi admin RS melaporkan ke Dinas, bahwa ada BPJS tidak aktif, lalu Dinkes mengajukan dan BPJS bisa langsung mengaktifkan,” tuturnya.
Sementara itu, orangtua korban, Yuianingsih mengaku kecewa atas pelayanan RS Panti Abdi Dharma saat membawa anaknya untuk berobat.
Ia menyesalkan atas sikap petugas RS yang lebuh mengutamakan administrasi dengan harus mengaktivasikan BPJS pasien yang ditangguhkan, ketimbang memberi pertolongan pertama pada anaknya.
“Anak telah alami sakit dari tanggal 10 April, sudah diobati sendiri, namun perlu dibawa ke RS, karena pelayanannya seperti itu, meninggal pada malam hari tanggal 11,” tuturnya.
Sementara itu, direktur RS Panti Abdi Dharma, Irma Gamawati menyampaikan turut berduka cita atas kejadian yang menimpa keluarga pasien.
Akan tetapi ia berdalih, tenaga kesehatan RS sudah menjalankan tugas dan kewajibannya dalam melayani pasien yang berobat saat kejadian sebagaimana mestinya.
“Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan kejadian tersebut menjadi bahan evaluasi agar tidak terulang kembali,” pungkasnya. (CB-003)