KEJAKSAN (CIREBON BRIBIN) - Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Cirebon masih jauh dari target 30 persen.
Ketua Komisi II DPRD, Karso mengatakan, minimnya RTH menjadi salah satu masalah nyata di Kota Cirebon.
Menurutnya, kebutuhan 30 persen RTH di suatu daerah tersebut berfungsi mendukung kualitas lingkungan hidup, karena polutan bisa terserap tumbuhan.
“Kota Cirebon masih jauh dari target RTH sebanyak 30 persen, sehingga paripurna RTRW kemarin pun tidak dapat disahkan,” katanya dalam rapat kerja Komisi II DPRD bersama DLH dan DKUKMPP membahas permasalahan Kota Cirebon dan penanganannya, di ruang rapat DPRD.
Sedangkan untuk DKUKMPP, Komisi II meminta agar memaksimalkan kawasan shelter UMKM yang tersebar di beberapa titik agar terisi.
Sehingga tidak memenuhi area trotoar untuk pejalan kaki.
“Selain itu, sertifikasi halal dan perizinan BPOM harus terus dimaksimalkan dan mudah diakses pelaku UMKM,” pungkas Karso.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cirebon, Yuni Darti menyebutkan, ada dua jenis RTH, privat dan milik pemda. Jika diakumulasi, total RTH melebihi 9 persen.
“Secara keseluruhan jumlah keseluruhan RTH sampai saat ini mencapai 11,9 persen,” katanya.
Yuni juga mengatakan, ada beberapa potensi lahan RTH yang bisa dimanfaatkan, seperti kawasan eks TPA Grenjeng, dapat ditanami pepohonan karena kondisi tanahnya yang subur.
Hanya saja, proses sertifikat lahan oleh pemda belum mencakup seluruh kawasan tersebut, sehingga membuat proses penambahan RTH terhambat.
“Untuk status tanah, terutama di Grenjeng separuh punya kota, separuh belum ada sertifikat-nya, seharusnya kota, namun belum disertifikatkan,” ujarnya.
Selain kawasan tersebut, eks galian tambang pasir di Kelurahan Argasunya pun berpotensi menjadi kawasan TPA cadangan. Sebab, kondisinya yang rawan longsor tidak memungkinkan untuk dilakukan pembangunan.
“Kalau ada rencana pembebasan lahan, di eks galian Argasunya. Apalagi rawan longsor, itu bisa dijadikan nanti TPA selanjutnya, karena tdk bisa dimanfaatkan lainnya,” katanya.
Berkaitan dengan TPA, Yuni juga merencanakan sistem pengolahaan sampah di TPA bisa beralih ke landfill minning yang bisa menghasilkan nilai ekonomis.
Sementara di sektor tempat pembuangan sementara, ia menyayangkan masih belum banyak TPS yang berstatus TPS-3R (Reduce-Reuse-Recycle).
“Untuk menangani permasalahan tadi, tentu harus ada komitmen dari pemkot juga untuk mewujudkan tercapainya hal tersebut,” tutupnya. (CB-003)